Orang-orang berkata, dunia yang kita jalani saat ini
bukan satu-satunya dunia yang ada. Terdapat dunia lain yang berisikan
orang-orang yang sama namun dengan kisah dan jalan hidup berbeda. Aku tak tahu
apakah itu benar ataukah itu hanya sebuah cara manusia untuk membuat harapan
palsu atas ketidakberhasilan hidupnya. Aku sungguh tak tahu. Namun, saat aku
menatap matamu hari itu, aku mulai berpikir dengan hal-hal yang dikatakan orang
tersebut. Benarkah ‘kita yang lain’ punya jalan hidup yang berbeda dengan ‘kita
yang ini’ Vey?
Tentu kau ingat masa dua puluh tahun yang lalu ketika
kita duduk bersama di sebuah kedai kopi. Tidak bersebelahan seperti
pasangan-pasangan lain yang ada di kedai kopi itu saat itu, namun hanya
berhadapan. Tetapi aku sangat senang sekali, Vey, kamu mau datang memenuhi
undanganku untuk minum bersama.
Ah, tak sekedar minum bersama sebenarnya. Aku
berharap lebih dari itu. Aku berharap kau melakukan sebuah hal yang sangat
besar. Hal itu adalah merubah keputusanmu.
Setelah setengah jam mengaduk-aduk gula di teh-mu
yang sebenarnya telah larut sejak tadi -sementara aku terus menatapmu tak
bergeming- kau akhirnya mulai bicara,”Kau gila,” dua kata yang keluar dari
bibirmu.
Aku bingung mau bereaksi bagaimana, Vey.
“Kau gila, Wan. Kamu gila… dan juga bodoh,” katamu
lagi.